10 November: Lebih Baik Mengenang Pahlawan Daripada Mengenang Mantan
Hari ini tanggal 10 November, kita memperingati Hari Pahlawan yang ke 70. Melalui momen ini, kita tentunya teringat dengan perjuangan para pahlawan dalam meraih dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Di masa kemerdekaan saat ini, orang-orang cenderung melupakan kenangan dan jasa para pahlawan. Mereka justru lebih banyak mengingat kenangan dengan mantan (kekasih). Jadi, melalui momen 10 November ini, kita galakkan semboyan: "Lebih Baik Mengenang Pahlawan, Daripada Mengenang Mantan!"
Ada yang setuju?
Bung Tomo |
Paragraf pembuka di atas hanyalah semacam guyonan saja. Kita tidak mungkin menyamakan sosok pahlawan dengan sosok mantan kekasih. Di sini kita akan membahas seperti apa perjuangan para pahlawan dalam mempertahankan kemerdekaan RI, yang pada puncaknya terjadi tanggal 10 November 1945, di mana puluhan ribu rakyat Surabaya gugur akibat dibombardir oleh Inggris dan Belanda.
Pada dasarnya, "Meraih itu lebih mudah ketimbang mempertahankan". Hal itu berlaku pada semua elemen, seperti popularitas, kesuksesan, kekayaan, pernikahan, dan tentunya juga kemerdekaan. Kita bisa saja meraih semua itu, tapi kita belum tentu mempertahankan apa yang susah payah kita raih.
Berbicara tentang mempertahankan kemerdekaan, Indonesia sebenarnya sudah berhasil memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Kala itu, posisi Indonesia tengah 'vakum' dari penjajahan, lantaran Jepang kalah dari sekutu. Kekalahan Jepang ini tentunya membuat sekutu 'merasa' memiliki hak milik atas Indonesia. Apalagi di kubu sekutu ada Belanda yang sebelumnya menjajah Indonesia selama 350 tahun, tapi direbut oleh Jepang. Belanda pun meminta bantuan sekutu untuk mengalahkan Jepang dan berhasil. Alhasil, kini sekutu yang diwakili oleh Inggris dan Belanda 'tak rela' kalau Indonesia merdeka.
Akhirnya, terjadilah perlawanan kecil-kecilan yang berujung pada pertempuran besar. Hal itu tak lepas dari tewasnya Brigjen Mallaby (pemimpin tentara Inggris di Indonesia) di Jembatan Merah Surabaya. Inggris pun murka dan mengultimatum rakyat Surabaya agar menyerahkan senjatanya paling lambat tanggal 10 November. Akan tetapi, harga diri rakyat Surabaya yang tak rela tanahnya kembali dijajah memutuskan untuk tidak menghiraukan ultimatum tersebut. Alhasil, Inggris pun membombardir kota Surabaya dari darat, laut dan udara dengan jumlah personil 30.000 lebih. Sementara itu, perlawanan dilakukan rakyat Surabaya dan anggota TKR (Tentara Keamanan Rakyat) yang dipimpin oleh Bung Tomo.
Pertarungan sengit pun terjadi, di mana banyak korban di kedua belah pihak, namun masih banyak dari pihak Indonesia. Namun, pertempuran tersebut lumayan menguras energi pihak Inggris yang sebelumnya memperkirakan kalau kota Surabaya akan jatuh dalam waktu 3 hari. Nyatanya, hari demi hari terlewati hingga dalam 3 minggu kota terbesar kedua di Indonesia itu berhasil dikuasai oleh Inggris.
Pelajaran apa yang kita petik dari perjuangan rakyat Surabaya di atas?
Jawabannya adalah, TETAP MENCOBA sampai titik darah penghabisan -- meskipun kita tahu kalau kita kalah dalam segala hal, baik persenjataan maupun kemampuan tempur personil.
Jadi, bagi kamu yang masih galau, baper dan sedih lantaran diputusin pacar, cobalah belajar dari para pahlawan yang telah gugur mendahului kita. Bagi para pahlawan, "gugur satu tumbuh seribu!" Meskipun percobaan pertama gagal, masih ada ribuan kesempatan untuk mencoba dan terus mencoba.
Kami, segenap redaksi Selebshop.com mengucapkan, SELAMAT HARI PAHLAWAN! Semoga kisah para pahlawan dapat memberikan inspirasi dan motivasi bagi kita semua! (af)