--> Skip to main content


  

[CERBUNG] Magician of Feliz (Bab 10)

BAB 10: NEGERI FELIZ, BENUA ATLANTIS YANG HILANG (PART 2)

Baca cerita sebelumnya di:

 
peta negeri feliz
Peta Negeri Feliz



Gambar peta Benua Atlantis yang hilang, terdiri dari 5 negara. Pusat dari benua terletak di tengah-tengah, yaitu di Metropolis. Disanalah tempat tinggal Neptunus, yang disebut-sebut sebagai dewa di benua Atlantis. Negeri feliz diilustrasikan dengan warna biru muda.



“Kita tidak sendirian di alam semesta ini. Ada kehidupan lain selain manusia yang terus berjalan. Sebuah teory yang sering dikumandangkan para ilmuwan Antariksa.

Semula, para ilmuwan memperkirakan bahwa ‘kehidupan lain’ itu adanya di luar planet bumi. Mereka sering menyebut mereka dengan nama Alien. Dan pesawat yang dikendarai para Alien itu sering disebut dengan nama UFO (Unknown Flyng Object). Banyak saksi mata yang sering melihat penampakan UFO. Entah benar atau tidak, yang pasti teory itu belum bisa dibuktikan.

Pada dasarnya, ‘kehidupan lain’ tak harus ada di luar bumi. Mereka juga kemungkinan besar ada di bumi, namun dengan ‘dimensi’ yang berbeda. Berbagai versi yang menyebutkan ‘kehidupan lain’ itu dengan sebutan ‘makhluk ghaib’ atau abstral. Terutama kalangan agama yang paling mempercayai dengan adanya ‘kehidupan lain’ yang ada di dunia ini, namun mereka berada di ‘dunia ghaib’ – setidaknya begitu menurut mereka. Namun itu sebatas pandangan dari sisi ‘mistis’ bukan dari sisi logis.

Ada juga beberapa pendapat dari ilmuwan yang menyelidiki tentang partikel dan atom yang bersifat Nano (sangat kecil) yang memiliki teory logis tentang ‘portal dunia lain’ serta ‘dimensi waktu’. Menurut mereka, ‘dimensi lain’ juga ‘dimensi waktu’ itu memiliki portal, atau semacam ‘pintu penghubung’, namun berukuran sangat kecil (nano). Mereka berspekulasi, kalau manusia bisa menjelajahi ‘dimensi waktu’ – artinya bisa melihat waktu di masa lalu maupun masa depan – dengan cara memperbesar partikel dari ‘portal waktu’ yang ukurannya teramat kecil. Menurut mereka, ukuran ‘portal’ itu nyaris seperti debu yang dibagi seratus, sehingga tak dapat dilihat.

Begitu juga dengan hipotesa mengenai cara menembus ‘pintu’ menuju ‘dimensi lain’. Seperti halnya ‘portal’ dimensi waktu, ‘portal’ dimensi lain juga berukuran nano. Sangat kecil dan tak dapat dilihat. Namun mereka berspekulasi, suatu saat pasti bisa menembus yang namanya ‘batasan waktu’ dan juga ‘batasan ruang’. Mereka terlalu yakin dengan pengetahuan dan kecerdasan yang mereka miliki.


Pada dasarnya, Manusia itu diciptakan Tuhan dengan segala keterbatasannya, seperti keterbatasan ruang dan keterbarasan waktu – sehingga pemikiran manusia tak sampai untuk bisa mengetahui mengenai batasan ruang dan waktu.

Keterbatasan ruang itu adalah, manusia tak tahu, seluas apa alam semesta ini, di mana letak batasnya, serta sebanyak apa ‘kehidupan lain’ di luar bumi maupun di ‘dimensi lain’. Belum ada yang bisa mengukur berapa ribu trilyun kilometer, bahkan lebih – ukuran luas alam semesta raya ini. Apalagi mencapai ‘ujung’ dari alam semesta, manusia pastilah tak akan sanggup.

Sedangkan pengertian dari keterbatasan waktu adalah, bahwasanya manusia itu tidak tahu, kapan kehidupan ini dimulai dan kapan akan berakhir. Manusia tidak tahu dengan usia hidup mereka. Manusia juga tidak bisa kembali ke masa lalu, maupun melompat ke masa depan. Apabila hal itu terjadi, maka segalanya bisa berubah. Masa lalu bisa berubah, begitu pula masa depan.

Maka dari itu, tiap-tiap dari kita tak akan bisa menembus ‘batasan’ tentang ruang dan waktu. Karena semua itu rahasia dari Yang Maha Kuasa. Kita dibiarkan hidup dengan segala keterbatasan yang kita miliki. Karena itulah hakikat kita sebagai makhluk ciptaan Nya.

Cerita ini hanyalah fiksi. Namun dalam cerita ini mengangkat tentang dunia di ‘dimensi lain’ yang ternyata masih berjalan dan memiliki peradaban yang lumayan maju. Kehidupannya pun tak jauh berbeda dengan kehidupan di dunia kita. Namun untuk kemampuan yang dimiliki, mereka lebih unggul. Terutama untuk kemampuan yang berbau mistis. Penduduk di ‘dimensi lain’ ada beberapa yang memiliki ‘kemampuan khusus’ yang sangat hebat.

Semuanya akan diulas di dalam cerita fiksi ini.."


Novelis



 ***



Istana yang megah, pikir Nabilah. Dia baru saja memasuki pintu depan yang dijaga oleh 2 orang penjaga, kemudian memasuki loby istana yang teramat megah.

Rasa kagum Nabilah untuk kedua kalinya. Sebelumnya, saat melihat istana dari luar, dia melihat padang rumput yang sangat luas – beberapa kali lipat ukuran lapangan sepakbola mengelilingi istana. Di lapangan itu beberapa tentara kerajaan berbaris dan berlatih perang/ Ada pasukan berkuda, pemanah dan tentara berpedang yang saling bertarung dalam latihan itu. Mereka terlihat latihan sungguh-sungguh waktu itu. Seperti semacam simulasi perang.

Beberapa pohon juga terlihat menjulang tinggi yang mengelilingi pagar istana yang terbuat dari batu bersusun. Pagar istana itu mengingatkan Nabilah pada candi-candi yang sering dikunjunginya untuk rekreasi. Namun pagar di bagian luar istana ini, ukurannya sangat tinggi. Kemungkinan juga difungsikan sebagai benteng pertahanan istana. Di bagian atas pagar itu, terlihat beberapa pemanah jitu sedang latihan memanah. Targetnya adalah kain dengan lingkaran berwarna merah yang diletakkan di atas rumput. Para pemanah itu dengan jitu memanah ke arah targetnya, padahal jarak mereka lumayan tinggi dari permukaan tanah. Mereka benar-benar terlatih, pikir Nabilah.

Kemudian di bagian halaman istana, terdapat taman yang dipenuhi bermacam-macam bunga. Ada juga pohon kecil yang berjejer di kiri kanan jalan setapak yang merupakan jalan utama menuju istana megah itu. Istana itu memang sangat megah, terlihat menjulang tinggi dengan beberapa tingkat lantainya, dengan 4 pilar yang menjulang megah. Keempatnya di bangun untuk mewakili 4 arah mata angin. Ditengah-tengahnya terdapat pilar utama yang ukurannya lebih besar daripada pilar yang lainnya. Pilar utama itu memiliki kubah berbentuk kerucut yang sepertinya terbuat dari emas.

Kembali lagi ke bagian dalam istana nan megah itu. Nabilah terlihat takjub melihat istana besar dengan banyak lampu besar nan indah bergelantungan di atasnya. Di sekitar Nabilah yang sedang berjalan, terdapat banyak tiang yang sangat tinggi. Serta beberapa gapura yang menjadi pembatas antar ruangan-ruangan yang teramat luas itu.

Ruang utama itu sangat luas. Hampir seperti lapangan sepakbola luasnya. Di dindingnya yang terbuat dari lapisan ukiran kayu yang indah. Tekstur-teksturnya sangat kentara dengan Eropa di abad pertengahan. Ukiran-ukiran seni kontemporer Eropa kuno itu membuat Nabilah merasa berada di kelas sejarah. Tepatnya sewaktu pak Seno menjelaskan tenang sejarah peradaban Eropa, wilayah Andalusia (Spanyol).

Carlos kemudian mempersilakan Nabilah menunggu di ruang utama. Dia dipersilakan duduk di salah satu dari deretan kursi yang membentuk lingkaran, ditengahnya terdapat meja berbentuk bundar. Sementara Carlos beranjak dari hadapan Nabilah. Dia berjalan menjauh, kemudian masuk ke dalam salah satu ruangan di sisi kanan istana. Di depan pintu ruangan itu  ada 2 orang penjaga berbaju tentara ala kerajaan Eropa. Keduanya terlihat bersiaga.

Sementara menunggu kembalinya Carlos, mata Nabilah terus terjuju pada sekelilingnya. Dinding di sisi istana yang luas itu di penuhi banyak lukisan. Kebanyakannya adalah lukisan orang-orang, baik laki-laki maupun perempuan – dengan pakaian ala Eropa kuno yang berjejer di dinding istana itu. Di bawahnya terdapat guci-guci besar dengan tekstur ala Eropa yang kental, memperindah pemandangan sisi dalam istana.

Nabilah semakin takjub tatkala kepalanya memandangi langit-langit di dalam istana itu. Di sana bergelantungan lampu-lampu nan indah dengan warna remang-remang. Di tengah-tengah kerumunan lampu-lampu berhias logam itu ada satu lampu yang paling besar dan indah serta dengan hiasan logam yang paling indah dan dengan nyala yang paling terang dari lampu-lampu lainnya. Tak henti Nabilah memandangi lampu-lampu itu, walaupun lehernya sedikit nyeri kalau terus menerus mendongakkan kepalanya ke arah lampu-lampu itu.

Nabilah kembali teringat sesuatu yang pernah dilihatnya, entah di buku atau di film. Sesuatu yang sekarang ada di depannya, yaitu meja bundar besar yang dikelilingi kursi berderet dan membentuk lingkaran. Meja itu mengingatkan Nabilah pada meja bundar yang ada di cerita ‘king Arthur’. Dimana meja itu adalah meja yang digunakan untuk rapat para ksatria – untuk membahas tentang strategi perang di kerajaan Inggris di masa lampau. Di atas meja itu tertempel sebuah peta berukuran sangat besar. Peta bertuliskan ’Atlantis continents’ yang terbagi ke dalam 5 negara. Dan negeri feliz adalah salah satu diantaranya. Negeri yang saat ini sedang dikunjungi oleh Nabilah. Negeri para magician.

Semua yang dilihat oleh Nabilah dengan mata dan kepalanya sendiri itu terasa seperti mimpi. Dia merasa seperti kembali ke masa lalu, namun berlatar di negeri di benua Eropa. Semuanya seperti cerita fantasi yang pernah di bacanya di buku. Dia berusaha sekuat tenaga untuk menganggap semuanya hanya mimpi, namun itu sia-sia. Ketika dia mencubit pipinya, dia merasa kesakitan. Hal itu berarti dia tidak sedang bermimpi. Dia sedang berada di alam nyata, tapi bukan di dunia tempat tinggalnya. Semua yang dilihatnya ini adalah sebuah dunia dalam ‘dimensi lain’ yang tersembunyi dari orang-orang. Andai Nabilah menceritakan apa yang dilihatnya ke orang-orang di dunianya, pasti mereka takkan percaya. Dan mungkin saja mereka akan menganggap Nabilah gila atau sejenisnya. Pemikiran itu yang kini menghinggapi kepala Nabilah. Sekarang yang namanya ‘logika’ sudah tak dapat dipakai lagi bagi Nabilah, terutama saat ini. Semua yang dilihat dan dialaminya dari beberapa minggu yang lalu  sampai hari ini, semuanya sudah membuatnya terbiasa. Terbiasa untuk menerima hal non logika yang nyata terjadi di depan matanya.

Hati Nabilah berusaha keras untuk terbiasa dengan hal-hal diluar akal sehatnya demi tujuan yang sangat penting bagi dirinya. Menyelamatkan orang yang dicintainya, serta mencari petunjuk keberadaan kedua orang tuanya yang masih sangat kabur.

Untuk tujuan yang pertama dia harus bisa menyelesaikan misi mencari flores de la felicidad. Kalau berhasil, maka kekuatan bunga itu akan digunakan untuk menghidupkan magician ‘initial E’ bernama Ezhar Al. Setelah itu, Ezhar Al lah yang akan menghilangkan ‘kutukan’ anak panah yang menimpa Raven.


Sedangkan tujuan kedua, itu hanya sebatas spekulasi Nabilah. Dengan bermodalkan ‘penglihatan’ dalam mimpinya, tatkala dirinya melihat orang tuanya disekap oleh Eden dan pasukannya. Dan kebetulan, mimpi itulah yang menjadi awal dari keanehan-keanehan selanjutnya yang menimpa Nabilah. Nabilah terkadang berasumsi dalam pikirannya, kalau pesawat yang ditumpangi orang tuanya tidaklah hancur, melainkan ‘tersesat’ di dimensi lain. Kemungkinannya ‘dimensi lain’ yang dimaksud adalah tempat Nabilah sekarang berada. Hanya bermodalkan spekulasi yang masih tidak meyakinkan, namun Nabilah tetap mencoba. Walau begitu, dia tidak terlalu berharap banyak untuk tujuan ini. Dia mencoba berfikir realistis saja.

“Sepertinya kau sedang bingung ya dengan istana ini?” terdengar suara seseorang dari belakang Nabilah. Suaranya terdengar ramah dan bersahabat. Setelah menoleh, barulah Nabilah sadar kalau sosok putri Pevita yang ada di belakangnya itu. Beserta Carlos tentunya.

Kali ini putri Pevita mengenakan gaun berwarna biru muda. Dengan setelan ala kostum putri raja di Eropa kuno. Rambut hitam agak kecoklatan tampak dibiarkan terurai. Membuatnya tampil natural dan sangat cantik. Bahkan Nabilah sangat kagum melihat kecantikan seorang putri Raja di negeri itu. Di tangan putri pevita seperti memegang sebuah buku berukuran kecil.

“Yeah, begitulah. Banyak hal yang membuatku tak biasa berada di sini. Rasanya seperti berada di mimpi saja,” jawab Nabilah polos. “Semua yang aku lihat ini benar-benar nyata. Padahal semua ini sepertinya pernah aku lihat sebelumnya. Mungkin di film-film fantasi. Sangat persis dengan yang kulihat itu. Makanya aku menjadi tak terbiasa. Semua yang hanya ada dicerita, terlihat nyata di hadapanku. Dan ini bukanlah mimpi. Aku harus berusaha terbiasa dengan ini,” gumamnya lagi.

“Ya begitulah keadaan di sini. Kau pasti akan merasa aneh dan takjub. Semua yang ada di sini berbeda 180 derajat dari kehidupan di duniamu,” jelas putri Pevita. “Tapi walau begitu, aku harus tetap mengucapkan – selamat datang di negeri feliz. Kau adalah tamu kehormatan di sini.”

“Terima kasih... eh anu, aku sebaiknya memanggilmu apa? Apakah ‘tuan putri’ juga?” tanya Nabilah. Pertanyaan yang terdengar sedikit aneh.

“Terserah kau. Tapi panggil namaku saja juga tidak apa-apa,” jawab Pevita sambil tersenyum. “Mari kita berbicara sebentar, Nabilah.

Pevita kemudian duduk di salah satu kursi di meja bundar. Dia menempati kursi yang persis berseberangan dari posisi duduk Nabilah. Sedangkan Carlos duduk di samping Pevita.

Nabilah terlihat menoleh ke kiri dan kanan. Wajahnya terlihat menantikan seseorang. DIa kemudian memberanikan untuk  bertanya kepada Pevita.

“Tunggu sebentar.. tuan putri, eh maksudku Pevita,” Nabilah masih belum terbiasa dengan panggilan itu. “ Aku tidak melihat Raven. Di mana dia?” tanya Nabilah heran. Sejak tadi dia mencari-cari sosok pria yang sangat spesial itu.

“Dia masih berada di ruangan ayahku, bersama Raline. Ada beberapa hal yang sedang mereka bicarakan,” jawab Pevita.

“Membicarakan apa?” tanya Nabilah lagi.

“Entahlah. Mungkin saja tentang kelemahan musuh kami. Atau mungkin ayahku sedang menguji ‘komitmen’ Raven.”

“Hah? Komitmen?” Nabilah semakin bingung

“Ya sebuah komitmen. Sepertinya Raven  akan berkomitmen, bahwa dirinya akan mengabdi secara penuh kepada negeri ini. Dia sendiri yang berkomitmen seperti itu. Dan memang sudah seharusnya kalau ayahku harus memastikan ‘komitmen’ itu karena dia pernah dikhianati oleh magician kepercayaannya yaitu Eden. Makanya banyak hal yang mereka bicarakan di sana, bersama Raline juga sebagai sesama magician pelindung negeri ini. Mulai sekarang, mereka berdualah yang akan berdiri di garis depan. Bersama Carlos juga,” penjelasan Pevita membuat pria yang di sampingnya sedikit risih. Maklum, kehadiran seseorang yang sebelumnya tak disukainya – kini malah menjadi ‘rekan’. Hal itu berarti dia harus bahu membahu dalam pertempuran. Hal itu membuat Carlos merasa tak karuan.

“Oh begitu ya,” jawab Nabilah. “Baguslah kalau begitu.”

Dalam hati Nabilah dia sangat ingin bertemu dengan Raven. 2 hari terasa sangat lama baginya tak menatap batang hidung kekasihnya itu. Dia sangat rindu. Namun dia teringat dengan ‘kutukan’ yang mengancam nyawa kekasihnya itu, membuatnya menjadi sedikit murung. Di sisa hidupnya yang mungkin tinggal beberapa hari lagi, dia malah ingin berjuang bersama dalam peperangan. Sungguh luar biasa, pikir Nabilah.

“Ada beberapa hal yang ingin ku jelaskan kepadamu,” Pevita memulai percakapan. “Karena waktu yang tidak banyak lagi, langsung saja kita ke topik utama.”

Pevita kemudian menunjukkan buku kecil yang dari tadi di bawanya.

“Buku apa itu?” tanya Nabilah. Dia tidak terlalu jelas melihat sampul buku karena jarak duduk mereka yang berseberangan. Lumayan besar ukuran meja bundar yang membatasi keduanya.

“Ini adalah buku yang diberikan ayah kepadaku. Isi buku ini adalah tentang hal-hal yang berkaitan dengan misimu, misi mencari flores de la felicidad.”

“Bisa kau jelaskan isinya. Jujur, aku ini orangnya kurang begitu suka membaca,” kata Nabilah sambil nyengir. Sengirannya di balas senyum geli Carlos yang duduk di samping Pevita. Baru kali ini Carlos melihat seorang tua Putri diperintah, walaupun tidak secara langsung.

“Sudah ku duga,” jawab Pevita sambil tersenyum.

“Baiklah, akan kujelaskan mengenai petunjuk yang terdapat di buku ini. Harap kau dengarkan baik-baik. Petunjuknya bersifat teka-teki, tidak semua orang bisa menjawabnya. Semuanya dipersulit dan bersifat kabur, karena benda yang akan kita cari ini lebih berharga daripada harta karun. Bahkan orang-orang jahat di negeri feliz yang juga mengincarnya, karena kekuatan bunga itu yang mungkin bisa mereka gunakan untuk menghidupkan orang jahat. Tapi beruntung, cerita hebat dari bunga ini tak sampai diketahui oleh negara lain. Kau bisa lihat di peta di dekat tanganmu itu, kita tidak sendiri di Atlantis ini. Ada negeri-negeri lain yang juga ada. Semoga saja mereka tidak ada yang tahu tentang bunga itu. Bahaya kalau mereka tahu, nanti banyak yang akan mengincarnya juga.”

“Wah memangnya mereka bisa mengambil bunga itu? Bukankah kau pernah mengatakan, kalau penduduk di negeri ini tak ada yang bisa memetiknya? Katamu Bunga itu akan hancur kalau mereka yang memetiknya,” Nabilah ingat akan perkataan Pevita beberapa hari yang lalu.

“Hmm.. Semua juga tahu aturan itu. Untuk mewujudkannya, mereka bisa saja ke dunia nyata untuk ‘memaksa’ atau ‘menculik’ manusia supaya mau melakukan apa yang mereka mau. Dalam kasusmu ini, kami tidak ada maksud sejahat itu, kami mengajakmu kesini dengan ‘bujukan’, bukan ‘paksaan’.”

“Apakah orang-orang jahat itu bisa ke duniaku? Memangnya ada portal lain selain di padang rumput?” tanya Nabilah heran.

“Iya. Ada beberapa ‘portal’ tersembunyi yang bisa menghubungkan dunia ini dengan duniamu. Mungkin bisa kucontohkan seperti portal yang pernah kau lihat di air terjun. Waktu itu Raven mengatakan, kalau ‘portal’ berwujud seperti blackh hole itu adalah penghubung dunia nyata dengan dark of feliz.  Dan waktu itu dia sendiri dengan susah payah menutup ‘portal’ itu. Tujuannya, supaya anak buah Eden tak bisa pergi ke duniamu.

“Setahuku ada lagi beberapa portal penghubung lainnya. Biasanya portal itu terdapat di suatu tempat di duniamu yang dianggap berbau mistis. Misalnya kucontohkan, wilayah segitiga bermuda. Konon di daerah itu terkenal angker. Padahal sesungguhnya di sana juga terdapat portal penghubung antara dunia kita. Tapi tak ada seorang manusia pun yang tahu,” jelas Pevita.

“Benarkah itu? Apakah ada lagi selain beberapa tempat yang kau sebutkan itu? Maksudku ‘portal’ penghubung lain menghubungkan duniamu dengan duniaku?” Nabilah kembali bertanya.

“Mengenai hal itu, aku belum bisa memastikan. Bisa ada atau tidak, tapi yang pasti yang kutahu sudah kujelaskan semuanya kepadamu. Sisanya, kalau memang ada – mungkin, tapi tanpa sepengetahuan aku. Seperti contoh blackhole  yang diceritakan Raven. Itu salah satu ‘portal’ yang tidak kuketahui. Dan itu adanya di wilayanya Eden, dark of feliz.”

“Apakah Eden bisa menciptakan sendiri ‘portal’ itu?” Lagi-lagi pertanyaan terlontar dari mulut Nabilah.

“Wah, banyak sekali pertanyaanmu,” gumam Pevita sambil tertawa kecil. “Mengenai hal itu aku belum tahu pasti. Tapi kalau melihat ‘portal’ yang ada diceritakan Raven, kemungkinan itu adalah portal yang diciptakan sendiri oleh Eden. Tapi entahlah. Aku belum memastikan hal itu,” lanjutnya lagi.

Nabilah kemudian terdiam sejenak. Dia berusaha menyimpulkan dari apa yang dikatakan oleh Pevita. Dia berusaha menggali keterangan mengenai kemungkinan adanya ‘portal’ lain, yang menjadi penyebab hilangnya pesawat yang ditumpangi oleh orang tua Nabilah. Kemungkinan yang masih bisa diperkirakan benar – pasalnya sampai sekarang jejak pesawat itu belum juga ditemukan. Mungkinkah Pesawat beserta seluruh isinya itu ‘diculik’ oleh orang-orang jahat di negeri feliz – dengan suatu tujuan tertentu. Spekulasi itu yang sekarang ada di pikiran Nabilah. Spekulasi yang terbilang hampir mustahil.

“Bagaimana? Apa kau punya pertanyaan lagi? Sebelum aku menjelaskan mengenai ‘teka-teki’ yang harus kau pecahkan,” tanya Pevita.

Nabilah berfikir sejenak. “Sepertinya tidak ada lagi yang harus kutanyakan. Selebihnya terserah kau mau menjelaskan apa. Akan kusimak dengan sungguh-sungguh,” Nabilah kemudian menunjukkan gelagat sungguh-sungguhnya.

“Baiklah kalau begitu. Aku akan segera membacakan bagian tengah dari buku ini. Bagian terpenting yang merupakan ‘inti’ dari petunjuk florez de la felicidad. Petunjuk yang ditulis dalam bentuk teka-teki yang amat rumit,” Pevita kemudian membuka buku kecil yang ada di tangannya. Dia membuka halaman yang ada di bagian tengah buku itu.

“Disini tertulis beberapa kalimat dalam bentuk ‘teka-teki’ – kalau semua kalimat ini dipecahkan, maka kau akan tahu di mana keberadaan Flores de la felicidad,” Pevita mulai membaca tulisan yang ada di buku kecil itu – yang merupakan petunjuk utama keberadaan flores de la felicidad. Dengan raut wajah serius, dia membaca tulisan itu.

“Tulisannya adalah:

1.      BERJALAN DI ATAS 4 MATA ANGIN DI KETINGGIAN,
2.     MENATAP KELAHIRAN SANG FAJAR DAN BERADA DIUJUNG                      TANDUK,
3.      KETIKA ARAH JAM 9 DAN SEBUAH PERISTIRAHATAN ABADI,
4.      RUMAH KE 13 DARI GERBANG KEDAMAIAN
5.      PILIHAN YANG TERBAIK HARUS DI DAHULUKAN
6.      DIBALIK UKIRAN NAMA YANG INDAH, S.J.”


“Apa maksud dari teka-teki itu?” tanya Nabilah kemudian. “Sedikitpun aku tak mengerti.”

“Memang benar, teka-teki ini sangatlah sulit dan rumit. Penuh dengan kata-kata kiasan. Akupun tak bisa memecahkannya,” sahut Pevita. Raut wajahnya senada dengan perkataannya.

“Carlos, apa kau bisa memecahkannya?” tanya Pevita kepada pria yang duduk di sebelahnya.

“’Berjalan di atas 4 mata angin di ketinggian’, mungkinkah itu di atas bukit?” Carlos mencoba berhipotesa

“Apa hubungannya ‘4 mata angin’ dengan perbukitan?” tanya Nabilah.

“Ya.. Mungkin saja dari sana akan ada petunjuk selanjutnya,” Carlos membela jawabannya.

“Kita tidak bisa menduga-duga atau menerka-nerka, sebelum kita mencoba setiap kemungkinan,” sahut Pevita. “Ada baiknya kita mencoba ide dari Carlos,” lanjut Pevita.

 Carlos dan Nabilah kemudian mengangguk.

 Pevita kemudian bangkit dari kursinya. Dia kemudian berjalan menjauhi meja bundar besar tempat dia berada tadi. Dia brjalan ke sisi istana megah itu.

 Sesampainya di dinding sebelah kiri istana, Pevita kemudian mengambil sesuatu yang tertempel di dinding. Benda itu terbungkus oleh figura berbahan dasar emas. Dia kemudian melepaskan benda di dalam figura itu dan kemudian meletakkan figura kosong kembali ke dinding istana. Benda yang tadi dilepaskannya ternyata berupa kertas, kemudian dia menggulungnya dan menyimpannya. Dia kemudian berjalan kembali menuju meja bundar – tempat Carlos dan Nabilah yang masih duduk.

“Benda apa tadi itu?” tanya Nabilah

“Sebuah peta. Tepatnya peta negeri feliz. Kita akan sangat membutuhkannya,” jawab Pevita singkat.

“Apakah kita akan berangkat sekarang?” tanya Carlos

“Tentu saja. Waktu kita tidak terlalu banyak. Nyawa Raven hanya tersisa sekitar 5 hari lagi,” sahut Pevita.

Ketiganya pun bersiap-siap untuk segera berangkat.

“Tunggu dulu!” tiba-tiba terdengar suara yang membuat mereka terkejut. Suara dari jarak beberapa meter dari mereka. Suara serak yang keluar dari mulut seseorang yang sepertinya sedang sakit.

Terlihat pria tua yang berada di atas kursi roda. Pria itu mengenakan mahkota. Dibelakangnya seorang pria muda berbaju serba hitam yang membantu mendorongkan kursi itu, bersama seorang wanita bergaun serba hitam juga, dan berbadan lebih tinggi dari pria yang ada di sampingnya. Keduanya memiliki rambut berwarna merah kehitam-hitaman.

“Raven?!” seru Nabilah tatkala melihat pria muda berambut merah yang berdiri di belakang kursi roda. Disambut senyum dari si pria yang ternyata adalah Raven. Dengan setengah berlari Nabilah mendekati Raven, kemudian langsung memeluknya. Erat sekali.

“Lama sekali kau, Nabilah.” kata Raven sambil memeluk Nabilah. Dengan cepat dia melepas pelukan itu, dan menatap mata Nabilah dalam-dalam. “Akhirnya kau kesini juga ya. Bodoh sekali kau, hahaha,” Katanya lagi seraya tertawa.

“Kau ini, dasar!” sahut Nabilah sambil tersenyum lega. “Aku kesini demi menyelamatkan nyawamu. Bagaimana keadaanmu?”

“Aku baik-baik saja,” jawab Raven. “Hanya saja, ‘tatto’ panah di lenganku ini bergerak sedikit naik dari sebelumnya. Wajar saja, sudah beberapa hari ‘kutukan’ sialan ini menimpaku, hahaha,” Raven lagi-lagi tertawa. Dia seperti tidak menghiraukan keadaannya sendiri. Justru Nabilah yang teramat mengkhawatirkannya.

“Aneh sekali,” seru Nabilah tiba-tiba. “Kenapa rambutmu sekarang berwarna merah? Raline juga sama,” mata Nabilah tertuju ke rambut Raven dan Raline yang berwarna merah. Sebelumnya berwarna hitam.

Raline kemudian menjelaskan jawaban dari pertanyaan Nabilah itu.

“Sebenarnya, ‘rambut merah’ ini merupakan ciri dari seorang magician. Semua magician yang ada di negeri ini khusus untuk magician terkuat dengan julukan ‘initial R’ dan ‘initial E’ memiliki rambut berwarna merah. Seperti ini,” Raline menunjukkan warna Rambutnya yang berwarna merah kehitam-hitaman.

“Tunggu dulu. Bukankah Raven sewaktu masih menjadi Aliando rambutnya berwarna hitam. Lagipula waktu aku dan kau bertemu di padang rumput, rambutmu juga berwarna hitam. Dalam mimpiku juga, walau samar-samar aku masih ingat kalau rambutmu berwarna hitam,” jelas Nabilah kepada Raline.

Kemudian giliran Raven yang menjawab pertanyaan itu.

“Hahaha.. Mungkin karena perbedaan ‘dunia’ kita. Aku pun sempat terkejut, sewaktu pertama kali berada di duniamu. Tiba-tiba saja rambutku berubah menjadi hitam. Aku berfikir, mungkin ini seperti yang dikatakan ratu Eden, bahwa kalau kami berada di dunia kalian, maka ‘kekuatan magic’ kami takkan bisa dipergunakan. Dan dari perubahan warna rambut itu terlihat kalau yang dikatakan ratu Eden memang benar. Karena ‘kekuatan magic’ kami terlihat pada warna rambut. Kalau kami kehabisan kekuatan magic, maka rambut ini akan berubah menjadi hitam.

“Begitupun halnya sewaktu kami berada di duniamu, Nabilah. Kami seperti tidak punya kekuatan. Dan otomatis warna rambut kami berubah menjadi hitam,” Raven menjelaskan tentang semua rahasia tentang warna rambutnya kepada Nabilah.

“Sebentar. Bukankah kau pernah menggunakan kekuatanmu dan juga benda aneh berbentuk bola itu – sehingga bisa menyelamatkan kita dari daya hisap black hole sewaktu kita berada di air terjun,” Nabilah memberikan bukti yang pernah diingatnya. “Lagipula dirimu memiliki kekuatan yang hebat dan tak pernah lelah sewaktu menggendongku untuk memanjat maupun menuruni bukit,” sambungnya lagi.

“Yeah. Mengenai hal itu adalah pengecualian. Kalau senjataku, magic ball tidak menggunakan kekuatan magic. Bola itu memang bisa digunakan untuk memanjat atau pun bergelantungan. Dan itu bukanlah kekuatan magic. Demikian pula dengan kekuatan fisikku sewaktu menggendongmu. Itu memang kekuatan dari otot-ototku yang sudah kulatih bertahun-tahun. Jadi, bisa disimpulkan, kekuatanku tidak hanya magic, melainkan juga senjata ‘magic ball’ dan juga kekuatan otot atau fisikku yang melebihi orang biasa. Nanti kau juga akan ku tunjukkan, kombinasi dari ketiga kekuatanku. Nanti kalau ada lawan yang memang tangguh,” Raven terlihat membanggakan dirinya. Wajahnya terlihat sedikit sombong. Hal itu membuat Carlos yang berada di samping Pevita terlihat risih.

“Oh begitu ternyata,” kata Nabilah sambil mengangguk mengerti. “Tapi jujur aku melihat rambutmu sekarang jauh lebih keren dari sebelumnya, hehehe,” lanjutnya dengan sedikit konyol.

“Sepertinya tidak ada waktu lagi teman-teman! Kita harus bergegas” seru Pevita tiba-tiba. Ucapannya membuat Nabilah dan Raven menghentikan percakapannya.

“Tunggu sebentar saja. Kita harus merencanakan semuanya dengan matang. Keadaannya tak semudah yang kau kira,” jawab si pria tua berkursi roda yang ternyata adalah ayah dari Pevita. Dia adalah seorang raja di negeri feliz. Badannya terlihat kurus, tapi tertutup balutan pakaian raja yang sangat mewah.

“Memang seperti apa yang sedang ayah rencanakan?” Pevita mulai mengikuti kemauan sang raja.

“Baiklah, akan ayah jelaskan,” jawab raja Alberto. Pevita, kemudian Carlos, Raline, Raven dan Nabilah mulai mendengarkan dengan seksama. Mereka duduk di kursi yang ada meja bundarnya. Sedangkan raja Alberto tetap berada di kursi rodanya. Beliau pun memulai penjelasannya.

“Mungkin dalam misi ini kau sedikit melupakan sesuatu hal yang penting, putriku,” kata raja Alberto.

“Apa itu ayah? Sepertinya ada yang kulewatkan ya?” tanya Pevita. Raut wajahnya semakin bingung.

“Baiklah akan ayah ingatkan lagi. Dan juga buat kalian yang ada di sini, akan kujelaskan semua rencanaku dalam misi ini.” sang raja kembali melanjutkan penjelasannya. “Pertama kuucapkan terima kasih kepada salah satu magician hebat yang sudah bersumpah setia untuk berpihak kepada kerajaan ini. Dahulu dia berada di pihak musuh, namun sekarang dia berada di pihak kita,” mata raja tertuju kepada Raven. Ucapan terima kasih Raja itu kemudian dibalas anggukan dari Raven. Terlihat wajah Nabilah menatap kepada pria yang dicintainya itu. Perasaannya semakin kagum mengenai sosok Raven. Walaupun nyawanya masih belum tentu diselamatkan, namun dia dengan sepenuh hati untuk ikut berjuang dalam melindungi kerajaan.

“Satu hal lagi,” seru raja. “Ucapan terima kasih juga aku ucapkan kepada seorang manusia dari ‘dunia nyata’ yang bersedia untuk berjuang dalam misi ini. Terima kasih... eh, namamu siapa?” rupanya sang raja belum tahu nama gadis manis yang duduk di hadapannya itu.

“Nabilah, paduka,” sahut Nabilah cepat.

“Oh Nabilah ya namamu, wahai gadis cantik,” suara serak sang raja tedengar memuji Nabilah. “Terima kasih ya, kau sudah mau datang ke negeri yang asing ini. Kau sudah mau berjuang bersama kami ini. Sekali lagi terima kasih!” seru sang raja lagi. Beliau sangat tulus mengucapkan rasa terima kasih itu. Karena dalam misi ini, peran Nabilah lah yang paling vital. Tanpa dirinya, takkan ada seorang pun dari negeri feliz yang bisa menyelesaikan misi. Flores de la felicidad akan musnah kalau orang ‘selain manusia’ yang menyentuhnya. Sehingga semua kunci keberhasilan misi ini ada pada Nabilah.

“Iya sama-sama, paduka,” jawab Nabilah. “Aku akan berusaha dengan sebaik-baiknya,” sambungnya lagi.

Raven kemudian menatap Nabilah lirih. Dia merasa dirinya lah yang menjadi penyebab Nabilah mau menjalankan misi. Semua yang dilakukan Nabilah membuat Raven merasa bersalah. Namun, semua itu akan dijawab Raven dengan sebuah tekad. Tekad kuat untuk melindungi kekasih tercintanya itu, walaupun nyawanya yang menjadi taruhannya. Tekad itu tertanam sangat kuat dalam hati Raven saat ini.

“Ayolah ayah, cepat jelaskan rencanamu tadi. Waktu kita tidak banyak lagi,” gerutu Pevita yang terlihat sudah tak sabar lagi.

“Hahaha, iya iya anakku,” jawab raja dengan santai. Tawa renyahnya seakan menutupi suaranya yang serak. Dia kemudian melanjutkan penjelasannya lagi.

“Langsung saja aku menjelaskan mengenai misi ini,” kali ini wajah raja Alberto terlihat lebih serius.

“Sebenarnya dalam misi ini, kalian akan dibagi ke dalam 2 tim,” kata sang raja.

“Tunggu sebentar, maksud ayah ada misi lain lagi?” Pevita semakin bingung.

“Iya tentu saja. Kalau kita mau menggunakan kekuatan “flores de la felicidad”, syaratnya harus ada jasad dari orang yang akan dihidupkan. Kalau tidak ada itu, percuma saja kita susah payah mencari bunga itu,”

“Oh iya, benar juga,” Pevita baru teringat akan hal itu. “Apakah ayah tahu dimana jasad Ezhar dibuang?” tanyanya lagi.

“Sepertinya hal itu tak perlu kau khawatirkan. Tadi sebelum ini, ayah mengobrol sangat lama dengan Raven dan Raline di ruangan ayah. Ternyata Raven tahu di mana jasad Ezhar dibuang. Dan tadi sudah kami bicarakan secara detail mengenai tempat itu, serta mengenai siapa saja yang akan mengemban misi ‘kedua’ ini,” jelas sang raja kepada putri tercintanya.

“Jadi, akan ayah umumkan siapa saja yang akan terlibat di misi pencarian flores de la felicidad maupun misi pencarian jasad Ezhar Al. Akan ayah bagi kedalam 2 kelompok. Nantinya setelah misi selesai – kedua kelompok akan bertemu di satu titik, yaitu di La tierra santa. Di sana adalah tanah makam para leluhur kita. Hanya di tanah itu juga lah, flores de la felicidad bisa mengeluarkan kekuatannya. Kekuatan magisnya, yaitu menghidupkan magician terkuat, ‘initial E’ – yaitu Ezhar Al. Dialah satu-satunya harapan negeri kita untuk memenangkan peperangan sekaligus membinasakan penghianat itu.”

Semua yang ada di depan meja bundar, mendengarkan dengan seksama. Kemudian sang raja berkata lagi kepada semua orang yang ada di hadapannya.

“Langsung saja, untuk misi pencarian flores de la felicidad, selain Nabilah – akan aku tunjuk yaitu Raven, kau akan menjadi partner Nabilah. Kau harus melindunginya, kalau-kalau ada serangan dari musuh. Kau punya kekuatan untuk itu.” Suara raja yang terdengar serak namun sangat tegas dan berwibawa.

Raven dan Nabilah mengangguk. Raut wajah keduanya menunjukkan tekad bulat untuk menerima misi itu.

“Selanjutnya misi kedua, pencarian jasad dari Ezhar Al yang tersembunyi di suatu tempat. Akan aku tugaskan Raline dan juga Carlos,” raja nampak menunjuk sepasang prajurit andalan kerajaan.

“Maaf yang mulia,” Carlos menyela. “Apakah tidak apa-apa kalau saya meninggalkan kerajaan ini. Siapa yang akan memimpin pasukan. Sebentar lagi prisai dari liontin feliz de que lo akan segera hilang. Saat itulah pasukan oscured akan menyerang kerajaan kita. Kumohon yang mulia untuk mempertimbangkan itu.”

Raja yang sedang duduk di atas kursi roda itu kemudian menjawab pertanyaan dari panglima pasukannya yang terbilang masih muda itu.

“Kau memiliki pedang elemento espada milik Ezhar kan?” tanya sang raja. Pertanyaan itu di balas dengan anggukan dari Carlos.

“Pedang itu nantinya akan diserahkan kepada Ezhar, kalau dia berhasil dihidupkan. Lagipula, lokasi jasad itu berada di wilayahnya Eden. Akan sangat membahayakan apabila hanya Raline seorang diri. Perlu adanya seorang patner yang memiliki kekuatan bertarung sehebat dirimu.

“Mengena keadaan di sini, kau tak usah khawatir. Semuanya aku serahkan kepada bawahanmu, Kapten Willian. Dia yang akan memimpin pasukan di sini, sementara kau tidak ada. Bagaimana? Apa kau bisa memahaminya?”

“Baik yang mulia. Segala titah yang mulia akan hamba laksanakan!” jawab Carlos seraya menundukkan kepalanya. “Maaf, yang mulia. Kalau boleh tau, di mana posisi jasad Ezhar yang mulia maksudkan?”

Raja kemudian menjawab, “mengenai hal itu, aku sudah menanyakannya kepada Raven. Dan dia mengetahuinya. Bisa kau jelaskan kepada mereka, Raven?” tanya raja Alberto dengan suaranya yang serak.

Raven mengangguk. Dia pun menjelaskan semua yang diketahuinya kepada Carlos. Walau sedikit enggan. Dirinya masih teringat akan apa yang telah dilakukan Carlos sewaktu di bukit. Hampir saja dirinya jatuh dari tebing yang curam itu gara-gara di dorong oleh Carlos.

“Sebenarnya aku sedikit enggan menjelaskannya kepada pria itu,” kata Raven dengan acuh. “Tapi karena yang mulia yang meminta, baiklah – akan kujelaskan di mana jasad Ezhar dibuang oleh ratu.

“Tempat itu bernama Grande Plata, sebuah jurang yang sangat curam dan dalam. Di sana banyak sekali mayat-mayat bergelimpangan yang dibuang oleh Eden maupun anak buahnya. Jasad Ezhar kemungkinan besar juga ada di sana. Tapi aku tidak menjamin keutuhan dari jasad itu. Pasalnya jasad itu dibuang sudah beberapa bulan lamanya,” jelas Raven.

“Semoga saja tidak!” potong Pevita. “Aku sangat yakin, jasad Ezhar pasti masih utuh. Dia itu istimewa, tidak seperti kita.”

“Yeah, semoga saja,” sahut Raven. “Tapi satu hal yang menjadi masalah besar. Grande Plata terletak di wilayah dark of feliz. Kalian pergi kesana sama saja dengan masuk ke sarang macan. Musuh bertebaran di mana-mana.”

Mendengar hal itu, Carlos meneguk ludah. Tapi dia orang yang sangat pemberani, sehingga segala keraguan dan ketakutan telah disingkirkannya dari pikirannya. Sebagai ahli pedang yang memiliki pedang warisan mendiang Ezhar Al, tak sepantasnya seorang Carlos memiliki rasa takut. Keberanian itulah yang membuatnya menjadi pemimpin dari pasukan di kerajaan.

Pun demikian dengan Raline. Tak ada sedikitpun rasa takut di wajahnya. Dia adalah wanita paling pemberani yang ada di kerajaan. Tekadnya sekeras baja. Lagipula kekuatannya ada di level ‘initial R’, salah satu yang terbaik dari para magician di negeri feliz. Rambut merahnya menjadi buktinya.

Suasana di meja bundar hening sejenak. Semua seperti terpaku dan terdiam mengenai apa yang akan mereka hadapi selanjutnya. Pikiran mereka terfokus kepada misi yang mereka emban.

Sampai kemudian Pevita  menghilangkan keheningan yang terjadi.

“Bagaimana denganku?” tanya Pevita.

“Lebih baik kau di sini saja nak,” jawab raja Alberto. “Ada baiknya kau di sini, karena di sini lebih aman. Kalau kau ikut misi, ayah takut akan terjadi sesuatu yang buruk menimpamu.”

“Kumohon ayah. Aku tidak selemah dulu. Aku tidak akan mungkin Cuma menunggu saja. Aku juga ingin ikut serta berjuang bersama,” Pevita berusaha membujuk sang ayah.

“Tidak! Aku takkan membiarkan hal buruk yang menimpamu terjadi untuk kedua kalinya! Kau ingat, ketika kau diculik Eden, ayah setengah mati mencemaskan keadaanmu. Gara-gara hal itu pula yang menyebabkan Ezhar Al mengorbankan nyawanya,” ucap raja Alberto lirih.

“Kau hanya akan menjadi beban bagi yang lainnya. Karena kau adalah putri ayah satu-satunya. Pastilah kau akan menjadi incaran mereka. Bagaimanapun juga kau harus tetap berada di sini, di istana ini!” tegas sang raja kepada putrinya.

Pevita pun terdiam. Kata-kata sang ayah ada benarnya sedikit. Dia pun terpaksa mengikuti keinginan sang ayah yang begitu mencintainya itu. Walau dalam hatinya sangat ingin untuk ikut serta dalam misi yang dilakukan oleh Nabilah dan kawan-kawan.

Setelah semua persiapan selesai dilakukan oleh Nabilah, Raven, Carlos dan Raline. Mereka kemudian berangkat meninggalkan istana kerajaan. Menyisakan putri Pevita yang terlihat kecewa karena dia tidak dilibatkan oleh sang ayah.


“Ingin rasanya ikut terlibat. Ikut merasakan perjuangan, rasa sakit, pertaruhan nyawa dan pengorbanan. Aku tak ingin terlihat lemah, karena kelemahan sesungguhnya adalah ketika kita menahan diri kita untuk berjuang.
Kita mampu, tapi terkadang ada yang tidak percaya dengan kemampuan kita. Yang diperlukan seseorang tidak hanya kasih sayang, tapi juga rasa kepercayaan.."


                   (Pevita Rangel)





(To be continued...)


Ditulis oleh: Jack Neptune

Baca Juga